Asbabun Nuzul Adalah Cara Terbaik Untuk Memahami Makna Al-Qur'an Secara Komprehensip.
Thursday, August 4, 2016
Add Comment
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum wr.wb. Kajian Islam (katagori posting Asbabun Nuzul)
Pembaca budiman, semoga selalu mendapat limpahan Rahmat serta Ridha Allah swt. aamiin....
Rasiyambumen/Pelangi Khazanah Islam, masih berkutat dalam materi : Asbabun Nuzul Adalah Cara Terbaik Untuk Memahami Makna Al-Quran Secara Komprehensip.
Turunnya Al-Quran terbagi pada dua bagian :
Pertama; diturunkan tanpa sebab, atau pertanyaan sebelumnya.
Kedua ; Diturunkan setelah adanya kasus (sebab) atau pertanyaan.
Asbabun Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat Al-Qur'an diturunkan. Manfaat mengetahui asbab nuzul (sebab-sebab turunnya) diantaranya :
- Mengetahui segi hikmah yang mendorong penetapan hukum.
- Mengungkap makna dan menghapuskan kemusykilannya.
- Dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang terkandung dalam ayat tersebut.
- Memberikan dasar yang kokoh dalam menyelami kandungan ayat.
Ibnu Taimiyah; mengemukakan bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat al-Qur'an dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang yang dikandung ayat tersebut.
Jadi, mengetahu sebab turunnya suatu ayat adalah cara yang terbaik untuk memahami makna al-Qur'an yang komprehensip.
Ambil contoh misalnya ; orang yang membolehkan minum khamar berdalil dengan firman Allah :
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا۟
وَعَمِلُوا۟ الصّٰلِحٰتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوٓا۟
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu ....." (QS Al-Maidah : 93)
Seandainya mereka mengetahui sebab turunnya ayat ini, niscaya tidak akan berpendapat demikian (membolehkan minum Khamar). Sebab turunnya ayat ini ialah bahwa ketika khamar diharamkan, mereka bertanya bagaimana dengan orang-orang yang meninggal sebelum ayat ini turun ? . Maka diturunkanlah ayat tersebut.
Contoh lain : فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ اللَّـهِ
... maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah... (QS. Al-B aqarah : 115)
Kalau mengikuti penunjukan lafadnya maka orang yang shalat tidak wajib menghadap kiblat baik dalam safar maupun tidak. Tetapi setelah mengetahui sebab turunnya ayat ini, nyatalah bahwa ia dimaksudkan bagi orang yang shalat sunat atau dalam safar atau bagi orang yang shalat dengan tidak mengetahui arah kiblat.
Kaidahnya Berlaku Umum
Para ulama ushul fiqih berselih pendapat : apakah yang teranggap itu keumumam lafadznya atau kekhususan sebabnya ?. Pendapat yang kuat dan benar ialah pendapat yang pertama. Karena telah turun beberapa ayat berkenaan dengan beberapa sebab tertentu tetapi hukmnya berlaku bagi selain sebab-sebab tersebut. Seperti turunnya ayat haddul qadzaf berkenaan dengan para penuduh Aisyah.
Semua hukum tersebut berlaku juga untuk selain mereka di setiap zaman dan tempat. Jadi sebabnya mungkin bersifat khusus tetapi ancamannya bersifat umum, meliputi setiap orang yang melakukan kejahatan serupa. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang ayat : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya" apakah ayat ini umum atau khusus ? Ia menjawab : Umum.
Bersumber Dari Sahabat Yang Menyaksikan
Tidak boleh mengatakan asbabun nuzul kecuali dengan riwayat dan mendengar dari orang yang menyaksikan penurunan dan mengetahui sebab-sebabnya. Para sahabat dapat mengeathui asbab nuzul melalui konteks atau indikasi yang berkaitan dengan persoalan. Apabila sebagian sahabat tidak dapat memastikannya maka biasanya ia kan mengatakan : "Aku mengira ayat ini turun menyangkut masalah ini atau itu." Dan apabila seorang sahabat menyaksikan turunnya wahyu mengabarkan tentang sesuatu ayat al-Qur'an bahwa ia turun mengenai sesuatu misalnya, maka ia merupakan hadits musnad.
Adapun beberapa riwayat yang menyebutkan peristiwa-peristiwa masa lalu seperti penyebutan kisah kaum Nabi Nuh, Ad, Tsamud, Pembangunan Ka'bah dan sebagainya, tidak dapat dimasukkan ke dalam asbab nuzul.
Jika Ada Periwayat Lebih Dari Satu
- Apabila para mufasir menyebutkan beberapa sebab nuzul bagi satu ayat, maka untuk memastikannya harus diperhatikan ungkapan periwayatnya. Jika disebutkan dengan ungkapan : "Ayat ini turun mengenai masalah ini" sementara riwayat lain menyebutkan dengan ungkapan : "Ayat ini turun mengenai masalah ini dengan menyebutkan pula masalah lain", maka yang terakhir ini dimaksudkan sebagai penafsiran, bukan menyebutkan sebab nuzul. Tetapi jika disebutkan dengan ungkapan : "Ayat ini turun mengenai masalah ini," sementara itu riwayat lain menyebutkan sebab nuzul yang lain secara tegas. Maka yang dianggap adalah yang kedua, karena yang pertama hanya merupakan istibath. Misalnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata : "Ayat (artinya) : Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam" dimaksudkan untuk orang yang mendatangi istrinya di duburnya, sementara itu riwayat dari Jabir menyebutkan sebab yang lain secara tegas. Maka yang mu'tamad dalam hal ini adalah hadits Jabir, karena ia bersifat naql, sedangkan perkataan Ibnu Umar tersebut merupakan istinbath darinya.
- Jika ada dua riwayat yang menyebutkan sebab nuzul yang berlainan maka yang mu'tamad ialah riwayat yang sanadnya lebih shahih dan kuat ketimbang yang lain. Jika kedua sanadnya sederajat maka dikuatkan riwayat yang perawinya menyeksikan kasus dan kisah. Jika tidak mungkin dilakukan tarjih (dipilih yang lebih kuat) maka diakatagorikan di dalam ayat yang memiliki beberapa sebab nuzul dengan terulangnya kasus dan peristiwa.
1. Ada beberapa nuzul ayat yang mendahului hukumnya, seperti firmanNya dalam surat al-A'la : "Sesung-guhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), (14) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat, (15)
Ayat ini Makkiyah dan berkenaan dengan zakat fitrah, padahal puasa diwajibkan di Madinah.
Firman Allah dalam surat al-Balad :
"Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekkah), (1) dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekkah ini (2)
Surat ini Makkiyyah, sedangkan "Penduduk" tersebut baru terjadi pada Fathu Makkah di tahun ke delapan hijrah sehingga Rasulullah saw. bersabda : "Dihalalkan bagiku sesaat di siang hari"
Firman Allah : "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang." (QS al-Balad : 45)
Umar bin Khattab beerkata : "Kemudian aku bertanya : golongan yang manakah yang dimaksudkan? Maka ketika terjadi perang Badr dan kaum Musyrikin kalah, aku melihat Rasulullah saw. berada di tempat bekas peperangan itu seraya menghunus pedang dan mengucapkan (artinya) "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur kebelakang" . Jadi ayat ini berkenaan dengan perang badr.
2. Contoh tentang hukum yang mendahului nuzul, misalnya ayat wudhu. Dari "Aisyah r.anha" ia berkata : "Kalungku pernah jatuh di padang pasir padahal kami sedang memasuki kota Madinah, maka Rasulullah saw. berhenti dan turun beristirahat, kemudian beliau meletakkan kepalanya di pangkuanku seraya tidur, lalu datanglah Abu Bakar r.a. dan menamparku dengan satu tamparan kuat seraya berkata : "kamu telah menghentikan orang-orang karena sebuah kalung". Kemudian Rasulullah saw. terjaga ketika waktu shubuh telah tiba, lalu beliau mencari air wudhu tetapi tidak mendapatkannya, maka turunlah ayat (artinya) : "Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat...." sampai kepada firmanNya: "supaya kamu bersyukur".
Ayat ini sesuai kesepakatan para ulama, Madaniyyah, sedangkan kewajiban wudhu telah ditetapkan di Makkah bersamaan dengan kewajiban shalat.
Yang Diturunkan Terpisah dan Sekaligus
Sebagian besar surat-surat al-Qur'an diturunkan secara terpisah, diantaranya surat al-laq (iqra'); surat ini diturunkan pertama kali sampai kepada ayat kelima (maa lam ya'lam).iantara surat yang diturunkan sekaligus ialah al-Fatihah dan al-Ikhlas, bahkan surat an-Nas dan al-Falaq turun bersamaan. Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata : "Rasulullah saw. bersabda : "Surat al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus diringi 70 ribu Malaikat."
Yang Diulang Penurunannya
Kadang-kadang sebuah ayat diulang-ulang penurunannya untuk peringatan dan nasihat. Diantaranya ialah akhir surat an-Nahl dan awal surat ar-Rum. Satu nash Qur'an kadang-kadang turun dua kali untuk mengagungkan urusannya dan mengingatkan ketika terjadi sebabnya atau kekhawatiran melupakanya, seperti ayat ruh, juga al-Ikhlas, ia diturunkan di Makkah sebagai jawaban bagi Kaum Musyrikin (Quraisy) dan diturunkan lagi di Madinah sebagai jawaban bagi kaum Yahudi.
Hikmah diulangnya penurunan ini ialah karena timbulnya pertanyaan atau kasus yang menurut penurunan lagi ayat tersebut, kemudian ayat itu diturunkan kembali kepada Rasulullah saw. sebagai peringatan bagi mereka. Seperti firman Allah (artinya) : "Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman.... (QS at-Taubah : 113).
Diulangnya penurunan ini kemungkinan juga karena ia termasuk huruf-huruf (segi qira'at yang ada-red) yang harus dibaca atas dua bacaan atau lebih. Diriwayatkan dari Nabi saw. : "Sesungguhnya Rabbku mengutus kepadaku agar aku membaca al-Qur'an atas satu huruf, kemudian aku minta kembali agar ia meringankan pada umatku, maka ia mengutus kepadaku agar aku membacanya atas dua huruf, lalu aku minta kembali agar ia meringankan kepada umatku maka ia mengutus kepadaku agar aku membacanya atas tujuh hruf." (HR. Muslim dari Ubay bin Ka'ab). Hadits ini menun jukkan bahwa al-Quran tidak diturunkan sekali saja tetapi ada yang diturunkan beberapa kali. Diantaranya ialah sebagaimana disebutkan di dalam riwayat terdahulu, surat al-Fatihah, ia diturunkan dua kali (di Makkah dan Madinah). Ini berkemungkinan juga karena pada penurunan yang ke dua ia diturunkan dengan segisegi qira'at yang lainnya, seperti ملك dan مالك , الصراط dan السرات.
Asbabun Nuzul Surah An-Nas dan Al-Falaq
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah mengalami sakit parah, maka datanglah kepada beliau dua Malaikat, yang satu duduk di sebelah kepala beliau dan yang satunya lagi di sebelah kaki beliau. Berkatalah Malaikat yang duduk disebelah kaki beliau kepada Malaikat yang duduk di sebelah kepala beliau : "Apa yang engkau lihat?" ia menjawab "Beliau terkena guna-guna" Dia bertanya lagi : "Apa guna-guna itu?" Ia menjawab; "Guna-guna itu sihir" Dia beratnya lagi : "Siapa yang membuat sihir"? Ia menjawab : Labid bin al-A'sham al-Yahudi, yang sihirnya berupa gulungan yang disimpan di dalam sumur keluarga si anu di bawah sebuah batu besar. Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya, kemudian ambilah gulungannya dan bakarlah. Pada pagi harinya Rasulullah saw. mengutus 'Amar bin Yasir dan kawan-kawannya. Setibanya di sumur itu, tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya, dan diangkat batunya, serta dikeluarkan gulungannya kemudian dibakar. Ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas sebelas simpul. Kedua surat ini (QS 113 dan 114) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Setiap kali Rasulullah mengucapkan satu ayat, terbukalah simpulnya. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi membuatkan makanan untuk Rasulullah saw. Setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah sakit keras, sehingga sahabat-sahabatnya mengira bahwa penyakitnya itu timbul akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril membawa dua surah ini (Al-Falaq dan An-Nas) serta membacakan ta'awudz. Seketika itu juga Rasulullah saw. keluar menemui sahabat-sahabatnya dalam keadaan sehat wal-afiat. (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim di dalam Kitab ad-Dalaa-il, dari Abu Ja'far ar-Razi, dari ar-Razi, dari ar-Rabi bin Anas, yang bersumber dari Anas bin M alik).
Demikian uraian Asbabun Nuzul Adalah Cara Untuk Memahami Makna Al-Quran Secara Komprehensip. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan dalam pengamalan Agama.
Pembaca untuk materi yang lain dapat di klik link ini : katagori Doa
0 Response to "Asbabun Nuzul Adalah Cara Terbaik Untuk Memahami Makna Al-Qur'an Secara Komprehensip."
Post a Comment