Perbedaan Akil Baligh dan Mukallaf Dalam Fiqih Islam.
Tuesday, January 9, 2018
Add Comment
Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Hukum Fiqih)
Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap RidhoNya di Akhirat kelak. Aamiin...
Terdapat dua islitah Perbedaan Akil Baligh dan Mukallaf dalam Fiqih Islam, tatkala kita mem-bincangkan subjek hukum dalam fiqih, yakni baligh dan mukallah. Kedua istilah ini sering kali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut baligh padahal yang dimaksud adalah mukallaf. Ada pula orang yang menyebut kata mukallaf, padahal yang dimaksud adalah baligh.
Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini agak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fiqih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis.
Titik tekannya dalam fiqih ini, adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini dapat dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah dapat memproduksi sel telur dan ketika sel ini tidak dibuahi, maka akan keluar dalam wujud darah menstruasi. Sedangkan bagi laki-laki testis sudah dapat memproduksi sel sperma. Biasanya, sperma akan keluar sendiri ketika, misalnya mimpi basah.
Dari sinilah kita jadi mengerti ketika perempuan sudah datang bulan/mestruasi dan laki-laki sudah pernah mimpi basah maka ia sudah masuk dalam kategori usia baligh. Lalu pada usia berapa seseorang lazim mencapai kedewasaan secara biologis?. Dalam pandangan fiqih Islam, usia haid adalah sembilan tahun kalender lunar (qamariyah). Sementara bagi laki-laki ada yang menyebutkan usia 12 tahun kalender lunar.
Kemudian bagaimana jika ada orang yang sudah mencapai usia 15 tahun tetapi belum menemui tanda-tanda kedewasaan secara biologis? Fiqih menyebutkan bahwa orang ini secara otomatis sudah dianggap baligh.
Dalam konteks yang lebih luas, baligh menjadi salah satu kriteria yang harus dipenuhi untuk seorang mukallaf. Selain baligh, ada dua kriteria lain yang harus dipenuhi. Kedua kriteria tersebut adalah muslim dan berakal sehat. Muslim adalah kondisi di mana seseorang sudah mengikrarkan syahadat. Sedangkan berakal sehat adalah kondisi ketika akal seseorang berfungsi secara normal. Jika ketiga kriteria ini terpenuhi mulai dari muslim, meraka sehat, dan baligh, maka orang tersebut masuk dalam klasifikasi mukallaf.
Lalu apa itu mukallaf? Mukallaf adalah seseorang yang sudah mendapatkan beban (taklif) berupa syariat. Ia sudah berkewajiban menunaikan seluruh perintah dan menjauhi larangan syariat Islam. Baginya, syariat sudah berlaku, baik hukum yang bersifat taklifi (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram) ataupun wadh'iy (mencakup sah dan batal, ruksah dan azimah, syarat dan rukun), dan seluruh dimensi syariat. Ringkas kata, ia sudah menjadi subjek hukum yang sempurna.
Sebagai subjek hukum yang sempurna, maka mukallaf terikat dengan ketentuan syariat yang mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang dianjurkan untuk dilaksanakan dan mana yang dianjurkan untuk dijauhi. Ia juga sudah mendapatkan beban dan kewajiban secara sempurna. Setiap tindakannya sudah dapat dimintai pertangunggjawaban secara hukum, baik dalam konteks positif ataupun sebaliknya.
Baca juga yang ini : Fadillah Amalan Berwudhu Sungguh Besar Pahalanya.
Hal ini berbeda dengan orang yang tidak lengkap syaratnya. Misalnya ada orang yang sudah dewasa secara biologis, tetapi gila. Maka orang tersebut tidak dapat melakukan seluruh transaksi perekonomian, tidak wajib menunaikan shalat, dan tidak dapat dipidanakan ketika melanggar hukum pidana. Urusan dengan Allah sudah selesai. Tidak ada dosa atau pahala bagi dia. Tetapi urusan dengan sesama terkadang masih ada. Misalnya orang tersebut memecahkan kaca jendela rumah tetangga, maka wali atau orangtua atau ahli warisnya yang bertanggung jawab meperbaiki tersebut.
Demikian uraian singkat Perbedaan Akil Baligh dan Mukallaf Dalam Fiqih Islam. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan agama yang menyangkut pendidikan fiqih.
Sumber Kajian :
M.Nasrudin, MH : Bahan diskusi di PP Bintan Sa'adillah ar-Rasyid.
Krapyak Yogyakarta.
0 Response to "Perbedaan Akil Baligh dan Mukallaf Dalam Fiqih Islam. "
Post a Comment