Asbabun Nuzul Ayat Al-Qur'an Tentang Perintah Menunaikan Ibadah Haji.
Tuesday, July 31, 2018
Add Comment
Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhrat kelak. Aamiin.....
Asbabun Nuzul tentang perintah menunaikan ibadah haji, adalah kajian materi yang saya sajikan terkait dengan menjelang datangnya bulan Dzulhijjah dimana pada bulan tersebut Umat Islam yang telah mampu, diperintahkan untuk menunaikan ibadah haji. Sudah barang tentu bahwa Asbabun Nuzul Al-Qur'an adalah suatu yang mesti kita ketahui manakala ingin mendapatkan keterangan yang benar dan akurat tentang kandungan daripada diturunkannya wahyu al-Qur'an kepada Rasulullah saw.
Pada kali saya mengupas bagaimana ibadah haji ditunaikan, dan asbabun nuzul/atau sebab diperintahkannya untuk menunaikan ibadah haji tersebut.
Maqam Ibrahim A.S.
Isi hati atau pikiran seseorang dan perasaan yang terlontar kadangkala direspon oleh Allah SWT secara positif. Dalam kisahnya ada seorang sahabat Rasulullah saw. dikisahkan sebagai berikut :
Sahabat bernama Jabir r.a. sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih menyatakan bahwa : Suatu ketia Nabi saw. melakukan tawaf, "Umar bin Khattab berkata kepada beliau : "Apakah ini tempat berdirinya ayah kami, Ibrahim?." Nabi Muhammad saw menjawab "Ya). Lalu Umar kembali bertanya : "Mengapa tidak kita jadikan tempat shalat?"
Maka dengan kejadian Umar yang bertanya hingga dua kali berturut maka Allah swt. menurunkan Firman-Nya sebagai berikut. :
"Dan (ingatlah) ketika Kami menja-dikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim dan Ismail. "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang ruku' dan sujud". (QS Al-Baqarah : 125).
Maka jelaslah asbabun nuzul perintah untuk menunaikan ibadah haji adalah berdasarkan ayat di atas yaitu surat Al-Baqarah ayat : 124. Dari kisah diatas ada dua pelajaran yang dapat kita ambil : Pertama : Keinginan yang benar dan tulus seorang hamba tentu akan dipenuhi oleh Allah SWT sebagaimana dipenuhinya keinginan shabat Nabi saw yaitu Umar bin Khattab.
Kedua : Dijadikannya bekas tempat berdiri Nabi Brahim a.s. sebagai bapak para Nabi saw. menunjukkan bahwa semua generasi sesudahnya seharusnya mau mneladani dan mengikuti jejak langkanya yang dilanjutkan oleh Nabi Muhammad saw.. termasuk oleh Yahudi dan Nasrani.
Jangan Mengedepankan Perasaan.
Ketaatan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah swt kadangkala terhambat oleh perasaan. Menurut riwayat Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa Urwah berkata kepada Aisyah r.anha : "Saya kira tidak ada dosa bagi orang yang tidak melakukan Sa'i diantara keduanya." Hal ini dinyatakan sambil mebacakan ayat tersebut di bawah :
"Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-Umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakn Sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Menyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui" (QS Al-Baqaarah : 158).
Mendengar hal itu, Aisyah r.anha berkata : Buruk sekali yang engkau katakan itu wahai anak saudaraku. Seandainya arti ayat itu seperti yang engkau pahami, maka artinya " Maka ada dosa baginya untuk tidak melakukan Sa'i diantara keduanya. Akan tetapi ayat itu turun karena orang-orang Anshar sebelum masuk Islam melakukan Sa'i diantara keduanya, sambil menyebut-nyebut nama patung Manat dan Latta, sebagai bentuk ibadah. Setelah masuk Islam, merasa keberatan untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwa.
Baca juga ini : Keharusan Menjaga Persatuan Sesuai FirmanNya Dalam Qur'an Surat Ali Imran Ayat 101 -103.
Setelah mendapatkan penjelasan itu dari Aisyah r.anha mereka bertanya kepada Rasulullah saw. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami merasa tidak suka untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwa seperti pada masa jahiliyyah" Maka turunlah firman Allah swt di atas.
Dari kejadian/kisah di atas, minimal dapat kita mengambil dua hal yang perlu diperhatikan :
Pertama : Islam adalah merupakan prinsip ajaran dan ketntuan hidup yang harus dilaksanakan bagi setiap muslim.
Kedua : Sumber ajaran yang berasal dari Allah swt. membuat manusia harus menerimanya, suka atau tidak suka. Karenanya dalam menjalankan Islam, tidak boleh menuruti perasaan yang boleh jadi membuatnya tidak mau melaksanakan bahkan menolak ajaran Islam tersebut.
Menyempurnakan Haji dan Umrah
Kesempurnaan dalam segala hal yang baik sangat penting untuk mendapatkan perhatian setiap muslim. Salah satunya dalam ibadah haji dan umrah agar benar-benar diterima Allah swt, dan mabrur dalam arti membawa pengaruh kebaikan.
Syafwan bin Muawiyah bercerita sebagaimana diriwayatkan oleh Indu Abi Hatim seorang laki-laki yang pakaiannya berlumuran dengan minyak wangi mendatangi Rasulullah saw. dia berkata : "Apa yang engkau perintahkan kepadaku untuk umrah yang sedang saya lalukan ini, wahai Rasulullah?" Lalu Allah swt menurunkan Firman-Nya : "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah"
Setelah beberapa saat berlalu, Rasulullah saw. bertanya : "Wahai orang yang bertanya tentang umrah tadi?. Laki-laki yang bertanya menjawab : "Saya wahai Rasulullah". Rasulullah saw. bersabda : Lepaskanlah bajumu, kemudian mandilah dan ber-istinsyaqlah (menghirup air dengan hidung) semampumu. Kemudian apa yang telah kamu lakukan, lakukanlah dalam umrahmu" Lalu Allah swt. berfirman sebagai berikut :
"Lepaskanlah bajumu, kemudian mandilah dan beristinsyaqlah (mengirup air dengan hidung) semampumu. Kemudian apa yang telah kamu lakukan, lakukanlah dalam umrahmu. Lalu Allah swt berfirman : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyem-belihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia (menyembelih) korban mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluaragnya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang) (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalahkepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya". (QS Al-Baqaarah : 196).
Dari kisah di atas dapat kita petik sedikitnya ada dua pelajaran :
Pertama : Ibadah haji hrus dilakukan secara sempurna, dan bila ada yang kurang sempurna maka umat islam harus menyempurnakan dengan membayar "dam" baik dengan menyembelih hewan kurban maupun berpuasa sepuluh hari, tiga hari di kota suci Mekah dan tujuh hari setelah kembali di tanah air.
Kedua : Melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan sempurna merupakan bagian dari bentuk ketakwaan kepada Allah swt.
Berbekal Dan Membekali Diri Dengan Taqwa.
Haji merupakan puncak pengalaman rohani bagi umat Islam, semua maksud ibadah dalam Islam terdapat dalam ibadah haji. Oleh karena itu, ibadah haji harus dilakukan dengan baik dan para jamaah harus membekali diri secukupnya, terlebih bekal taqwa.
Ibnu Abbas r.a mencewritakan seperti yang diriwayatkan oleh Al Bukhari bahwa orang-orang Yaman selalu menunaikan haji tanpa membawa bekal dan mereka berkata : "Kami bertawakal kepada Allah" Lalu Allah menurunkan ayat-Nya sebagai berikut :
"(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengeta-huinya. Berbekallah, dan sesungguh-nya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal". (QS Al Baqaarah : 179).
Baca yang ini juga : Asbabun Nuzul Surat At-Taubah Dalam Kisah Tsa'Labah bin Haathib
Dari kisah diatas bahwa ada pelajaran yang kita dapat petik diantaranya adalah, pertama, Ibadah haji yang diwajibkan hanya sekali seumur hidup menuntut kepada para jamaah untuk mempersiapkan diri dalam ibadah ini. Lalu kedua, Perbekalan yang harus disiapkan oleh setiap jamaah adalah hal-hal yang sifatnya untuk memenuhi kebutuhan jasmani, perbekalan ilmu dan ketakwaan kepada Allah swt. agar tidak ada pelanggaran yang dilakukan seperti, hubungan seksual, perbincangan yang tidak baik, apalagi sampai debat kusir yang lebih menonjolkan emosi. Dengan demikian setiap kita harus memahami seluk-beluk yang berkaitan dengan haji, termasuk memahami ayat-ayat yang terkait dengannya, apalagi bagi para jamaah.
Demikian uraian singkat Asbabun Nuzul Ayat Al-Qur'an Tentang Perintah Menunaikan Ibadah Haji. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
Pada kali saya mengupas bagaimana ibadah haji ditunaikan, dan asbabun nuzul/atau sebab diperintahkannya untuk menunaikan ibadah haji tersebut.
Maqam Ibrahim A.S.
Isi hati atau pikiran seseorang dan perasaan yang terlontar kadangkala direspon oleh Allah SWT secara positif. Dalam kisahnya ada seorang sahabat Rasulullah saw. dikisahkan sebagai berikut :
Sahabat bernama Jabir r.a. sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih menyatakan bahwa : Suatu ketia Nabi saw. melakukan tawaf, "Umar bin Khattab berkata kepada beliau : "Apakah ini tempat berdirinya ayah kami, Ibrahim?." Nabi Muhammad saw menjawab "Ya). Lalu Umar kembali bertanya : "Mengapa tidak kita jadikan tempat shalat?"
Maka dengan kejadian Umar yang bertanya hingga dua kali berturut maka Allah swt. menurunkan Firman-Nya sebagai berikut. :
"Dan (ingatlah) ketika Kami menja-dikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim dan Ismail. "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang ruku' dan sujud". (QS Al-Baqarah : 125).
Maka jelaslah asbabun nuzul perintah untuk menunaikan ibadah haji adalah berdasarkan ayat di atas yaitu surat Al-Baqarah ayat : 124. Dari kisah diatas ada dua pelajaran yang dapat kita ambil : Pertama : Keinginan yang benar dan tulus seorang hamba tentu akan dipenuhi oleh Allah SWT sebagaimana dipenuhinya keinginan shabat Nabi saw yaitu Umar bin Khattab.
Kedua : Dijadikannya bekas tempat berdiri Nabi Brahim a.s. sebagai bapak para Nabi saw. menunjukkan bahwa semua generasi sesudahnya seharusnya mau mneladani dan mengikuti jejak langkanya yang dilanjutkan oleh Nabi Muhammad saw.. termasuk oleh Yahudi dan Nasrani.
Jangan Mengedepankan Perasaan.
Ketaatan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah swt kadangkala terhambat oleh perasaan. Menurut riwayat Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa Urwah berkata kepada Aisyah r.anha : "Saya kira tidak ada dosa bagi orang yang tidak melakukan Sa'i diantara keduanya." Hal ini dinyatakan sambil mebacakan ayat tersebut di bawah :
"Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-Umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakn Sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Menyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui" (QS Al-Baqaarah : 158).
Mendengar hal itu, Aisyah r.anha berkata : Buruk sekali yang engkau katakan itu wahai anak saudaraku. Seandainya arti ayat itu seperti yang engkau pahami, maka artinya " Maka ada dosa baginya untuk tidak melakukan Sa'i diantara keduanya. Akan tetapi ayat itu turun karena orang-orang Anshar sebelum masuk Islam melakukan Sa'i diantara keduanya, sambil menyebut-nyebut nama patung Manat dan Latta, sebagai bentuk ibadah. Setelah masuk Islam, merasa keberatan untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwa.
Baca juga ini : Keharusan Menjaga Persatuan Sesuai FirmanNya Dalam Qur'an Surat Ali Imran Ayat 101 -103.
Setelah mendapatkan penjelasan itu dari Aisyah r.anha mereka bertanya kepada Rasulullah saw. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami merasa tidak suka untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwa seperti pada masa jahiliyyah" Maka turunlah firman Allah swt di atas.
Dari kejadian/kisah di atas, minimal dapat kita mengambil dua hal yang perlu diperhatikan :
Pertama : Islam adalah merupakan prinsip ajaran dan ketntuan hidup yang harus dilaksanakan bagi setiap muslim.
Kedua : Sumber ajaran yang berasal dari Allah swt. membuat manusia harus menerimanya, suka atau tidak suka. Karenanya dalam menjalankan Islam, tidak boleh menuruti perasaan yang boleh jadi membuatnya tidak mau melaksanakan bahkan menolak ajaran Islam tersebut.
Menyempurnakan Haji dan Umrah
Kesempurnaan dalam segala hal yang baik sangat penting untuk mendapatkan perhatian setiap muslim. Salah satunya dalam ibadah haji dan umrah agar benar-benar diterima Allah swt, dan mabrur dalam arti membawa pengaruh kebaikan.
Syafwan bin Muawiyah bercerita sebagaimana diriwayatkan oleh Indu Abi Hatim seorang laki-laki yang pakaiannya berlumuran dengan minyak wangi mendatangi Rasulullah saw. dia berkata : "Apa yang engkau perintahkan kepadaku untuk umrah yang sedang saya lalukan ini, wahai Rasulullah?" Lalu Allah swt menurunkan Firman-Nya : "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah"
Setelah beberapa saat berlalu, Rasulullah saw. bertanya : "Wahai orang yang bertanya tentang umrah tadi?. Laki-laki yang bertanya menjawab : "Saya wahai Rasulullah". Rasulullah saw. bersabda : Lepaskanlah bajumu, kemudian mandilah dan ber-istinsyaqlah (menghirup air dengan hidung) semampumu. Kemudian apa yang telah kamu lakukan, lakukanlah dalam umrahmu" Lalu Allah swt. berfirman sebagai berikut :
"Lepaskanlah bajumu, kemudian mandilah dan beristinsyaqlah (mengirup air dengan hidung) semampumu. Kemudian apa yang telah kamu lakukan, lakukanlah dalam umrahmu. Lalu Allah swt berfirman : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyem-belihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia (menyembelih) korban mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluaragnya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang) (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalahkepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya". (QS Al-Baqaarah : 196).
Dari kisah di atas dapat kita petik sedikitnya ada dua pelajaran :
Pertama : Ibadah haji hrus dilakukan secara sempurna, dan bila ada yang kurang sempurna maka umat islam harus menyempurnakan dengan membayar "dam" baik dengan menyembelih hewan kurban maupun berpuasa sepuluh hari, tiga hari di kota suci Mekah dan tujuh hari setelah kembali di tanah air.
Kedua : Melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan sempurna merupakan bagian dari bentuk ketakwaan kepada Allah swt.
Berbekal Dan Membekali Diri Dengan Taqwa.
Haji merupakan puncak pengalaman rohani bagi umat Islam, semua maksud ibadah dalam Islam terdapat dalam ibadah haji. Oleh karena itu, ibadah haji harus dilakukan dengan baik dan para jamaah harus membekali diri secukupnya, terlebih bekal taqwa.
Ibnu Abbas r.a mencewritakan seperti yang diriwayatkan oleh Al Bukhari bahwa orang-orang Yaman selalu menunaikan haji tanpa membawa bekal dan mereka berkata : "Kami bertawakal kepada Allah" Lalu Allah menurunkan ayat-Nya sebagai berikut :
"(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengeta-huinya. Berbekallah, dan sesungguh-nya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal". (QS Al Baqaarah : 179).
Baca yang ini juga : Asbabun Nuzul Surat At-Taubah Dalam Kisah Tsa'Labah bin Haathib
Dari kisah diatas bahwa ada pelajaran yang kita dapat petik diantaranya adalah, pertama, Ibadah haji yang diwajibkan hanya sekali seumur hidup menuntut kepada para jamaah untuk mempersiapkan diri dalam ibadah ini. Lalu kedua, Perbekalan yang harus disiapkan oleh setiap jamaah adalah hal-hal yang sifatnya untuk memenuhi kebutuhan jasmani, perbekalan ilmu dan ketakwaan kepada Allah swt. agar tidak ada pelanggaran yang dilakukan seperti, hubungan seksual, perbincangan yang tidak baik, apalagi sampai debat kusir yang lebih menonjolkan emosi. Dengan demikian setiap kita harus memahami seluk-beluk yang berkaitan dengan haji, termasuk memahami ayat-ayat yang terkait dengannya, apalagi bagi para jamaah.
Demikian uraian singkat Asbabun Nuzul Ayat Al-Qur'an Tentang Perintah Menunaikan Ibadah Haji. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.
0 Response to "Asbabun Nuzul Ayat Al-Qur'an Tentang Perintah Menunaikan Ibadah Haji."
Post a Comment