Wajibkah Sighat Ta'lik Dibaca Setelah Ijab Qabul ? Ikuti Penjelasan Di Bawah Ini.
Monday, November 5, 2018
Add Comment
Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Fiqih NIkah)
Pembaca budiman Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...
Sighat Ta'lik, adalah rangkaian dalam pernikahan khusus ketika mempelai pria usai mengucapkan janji setia secara sakral atau ijab qabul. Hal ini hanya khusus dibaca oleh mempelai pria saja. Sebab Sighat ta'liq ini, isinya adalah suatu pernyataan seorang suami terhadap istri yang baru saja dinikahi yang terdapat dalam buku nikah msing-masing. "kutipan sighat ta'lik" yang ditulis di surat nikah sebagai berikut :
"Saya Nana Mempelai Pria yang baru saja Nikah bin .......... berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama Nama mempelai wanita binti .......... dengan baik (mu'asyarah bil ma'ruf) menurut ajaran syariat agama Islam. Selanjutnya saya mengucpkan sighat ta'lik atas Istri saya itu seperti berikut :
Sewaktu-waktu saya :
Pernikahan adalah seremoni/upacara yang sakral. Yaitu hubungan yang menyatukan dua insan ini kerap disebut Mitsaqan Ghaliza. Titik utama dalam perjanjian pernikahan ini adalah terletak pada Ijab Qabul.
Khusus di Indonesia selain ijab qabul ada ucapan lain yang bibacakan oleh mempelai pria setelah akad nikah atau ijab qabul dilaksanakan. Ucapan ini dikenal dengan Sighat Ta'lik. Isi bacaannya adalah sebuah pernyataan/perjanjian dari seorang suami tentang jatuhnya talak dalam kondisi tertentu.
Namun ada kalanya ada seorang suami / pengantin pria yang tidak mau mengucapkan / membaca sighat ta'lik karena dianggap bukan bagian dari rukun nikah. Namun ada juga dari pihak keluarga mempelai wanita ngotot harus dibacakan sighat ta'lik karena berdasarkan pertauran perundangan.
Lalu bagaiman sebenarnya hukum membaca Sighat Ta'lik tersebut?
Pada dasarnya sah atau tidaknya pernikahan adalah dipengaruhi oleh rukun dan syarat sah pernikahan yang harus dipenuhi. Jumhur ulama berpendapat yang termasuk rukun nikah ; adalah ada calon istri, ada calon suami, ada wali nikah, ada dua saksi dan ijab qabul.
Sementara mahar sendiri menurut para ulama bukan termasuk rukun nikah. Mahar adalah kewajiban suami yang harus diberikan kepada istri . Artinya, tanpa mahar saat ijab qabul pun, pernikahan dianggap sah. Karena mahar boleh dibayar dengan hutang. (ditunda lain waktu). Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, "Pernikahan sah meski tanpa menyebut mahar sebagaimana pendapat kebanyakan ahli ilmu fiqih". Sementara Sighat Ta'lik sendiri adalah kebijakan khusus pemerintah Republik Indonesia melalui Maklumat Kementrian Agama Nomor 3 Tahun 1953. Jadi aturan ini hanya ada di Indonesia saja. Pernikahan umat Islam di luar Indonesia tidak mencantumkan hal yang sama sebagai bagian dari upacara pernikahan.
Dalam riwayatnya Sighat Ta'lik muncul bertujuan melindungi istri dari kesewenang-wenangan suami. Seorang istri dilindungi dengan perjanjian khusus dimana jika sang suami melanggar perjanjian tersebut, sang istri berhak mengajukan gugatan perceraiain.
Bunyi lengkap Sighat Ta'lik di atas dirumuskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 1990 sebagaimana yang sering kita dengar dalam pembacaan Sighat Ta'lik atau terdapat dalam buku nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA).
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri sebagai peraturan perundangan tidak mewajibkan perjanjian talak pada setiap pernikahan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam pasal 46 ayat (3), "Perjanjian Ta'lik Talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali".
Hal ini pula yang melatarbelakangi lahirnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal pengucapan Sighat Ta'lik pada saat upacara akad nikah. Fatwa MUI yang dikeluarkan pada 7 September 1996 tersebut menyambutkan pengucapan Sighat Ta'lik muncul karena saat belum ada perundangan yang melindungi hak-hak istri. Namun saat ini, sejak diterbitkannya Fatwa MUI tersebut, pengucapan Sighat Ta'lik tidak lagi diperlukan. MUI menyarankan agar pembinaan keluarga bahagia untuk menghindari perceraian dilakukan oleh Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4).
Menilik dari fatwa MUI tersebut secara hukum Islam, tidak mengapa jika Sighat Ta'lik tidak dibacakan saat upacara akad nikah. Hal tersebut bukanlah rukun nikah yang jika tidak dipenuhi atau tidak dibacakan oleh suami setelah ijab qabul, maka pernikahannya tidak sah. Namun membacakannya pun tidak masalah. Karena membaca Sighat Ta'lik ini masuk dalam peraturan pemerintah yang lebih bersifat muamalah.
Kesimpulannya pertimbangan yang dapat dipakai adalah berdasarkan kaidah Fiqih "Menghindari mudharat lebih didahulukan dibanding mengambil manfaat". Maka jika dirasa membacakan Sighat Ta'lik akan lebih mendatangkan madharat, maka tidak membacanya akan lebih baik. Namun jika dirasa tidak ada madharat dan ada keridhaan dari semua pihak, membacakannya pun tidak menjadi soal. Wallahu 'alam.
Demikian uraian yang singkat ini terkait dengan Sighat Ta'lik haruskah dibaca setelah ijab qabul. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam mengamalkan Agama yang mulia ini. Aamiin.
Baca juga yang ini.
"Saya Nana Mempelai Pria yang baru saja Nikah bin .......... berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama Nama mempelai wanita binti .......... dengan baik (mu'asyarah bil ma'ruf) menurut ajaran syariat agama Islam. Selanjutnya saya mengucpkan sighat ta'lik atas Istri saya itu seperti berikut :
Sewaktu-waktu saya :
- Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut.
- atau saya tidak memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.
- atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu,
- atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya. kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, pengadilan atau petugas tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwald (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada pengadilan atau petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk menerima uang iwald (pengganti) itu dan kemudian memberikannya untuk keperluan ibadah sosial.
Pernikahan adalah seremoni/upacara yang sakral. Yaitu hubungan yang menyatukan dua insan ini kerap disebut Mitsaqan Ghaliza. Titik utama dalam perjanjian pernikahan ini adalah terletak pada Ijab Qabul.
Khusus di Indonesia selain ijab qabul ada ucapan lain yang bibacakan oleh mempelai pria setelah akad nikah atau ijab qabul dilaksanakan. Ucapan ini dikenal dengan Sighat Ta'lik. Isi bacaannya adalah sebuah pernyataan/perjanjian dari seorang suami tentang jatuhnya talak dalam kondisi tertentu.
Namun ada kalanya ada seorang suami / pengantin pria yang tidak mau mengucapkan / membaca sighat ta'lik karena dianggap bukan bagian dari rukun nikah. Namun ada juga dari pihak keluarga mempelai wanita ngotot harus dibacakan sighat ta'lik karena berdasarkan pertauran perundangan.
Lalu bagaiman sebenarnya hukum membaca Sighat Ta'lik tersebut?
Pada dasarnya sah atau tidaknya pernikahan adalah dipengaruhi oleh rukun dan syarat sah pernikahan yang harus dipenuhi. Jumhur ulama berpendapat yang termasuk rukun nikah ; adalah ada calon istri, ada calon suami, ada wali nikah, ada dua saksi dan ijab qabul.
Sementara mahar sendiri menurut para ulama bukan termasuk rukun nikah. Mahar adalah kewajiban suami yang harus diberikan kepada istri . Artinya, tanpa mahar saat ijab qabul pun, pernikahan dianggap sah. Karena mahar boleh dibayar dengan hutang. (ditunda lain waktu). Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, "Pernikahan sah meski tanpa menyebut mahar sebagaimana pendapat kebanyakan ahli ilmu fiqih". Sementara Sighat Ta'lik sendiri adalah kebijakan khusus pemerintah Republik Indonesia melalui Maklumat Kementrian Agama Nomor 3 Tahun 1953. Jadi aturan ini hanya ada di Indonesia saja. Pernikahan umat Islam di luar Indonesia tidak mencantumkan hal yang sama sebagai bagian dari upacara pernikahan.
Dalam riwayatnya Sighat Ta'lik muncul bertujuan melindungi istri dari kesewenang-wenangan suami. Seorang istri dilindungi dengan perjanjian khusus dimana jika sang suami melanggar perjanjian tersebut, sang istri berhak mengajukan gugatan perceraiain.
Bunyi lengkap Sighat Ta'lik di atas dirumuskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 1990 sebagaimana yang sering kita dengar dalam pembacaan Sighat Ta'lik atau terdapat dalam buku nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA).
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri sebagai peraturan perundangan tidak mewajibkan perjanjian talak pada setiap pernikahan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam pasal 46 ayat (3), "Perjanjian Ta'lik Talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali".
Hal ini pula yang melatarbelakangi lahirnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal pengucapan Sighat Ta'lik pada saat upacara akad nikah. Fatwa MUI yang dikeluarkan pada 7 September 1996 tersebut menyambutkan pengucapan Sighat Ta'lik muncul karena saat belum ada perundangan yang melindungi hak-hak istri. Namun saat ini, sejak diterbitkannya Fatwa MUI tersebut, pengucapan Sighat Ta'lik tidak lagi diperlukan. MUI menyarankan agar pembinaan keluarga bahagia untuk menghindari perceraian dilakukan oleh Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4).
Menilik dari fatwa MUI tersebut secara hukum Islam, tidak mengapa jika Sighat Ta'lik tidak dibacakan saat upacara akad nikah. Hal tersebut bukanlah rukun nikah yang jika tidak dipenuhi atau tidak dibacakan oleh suami setelah ijab qabul, maka pernikahannya tidak sah. Namun membacakannya pun tidak masalah. Karena membaca Sighat Ta'lik ini masuk dalam peraturan pemerintah yang lebih bersifat muamalah.
Kesimpulannya pertimbangan yang dapat dipakai adalah berdasarkan kaidah Fiqih "Menghindari mudharat lebih didahulukan dibanding mengambil manfaat". Maka jika dirasa membacakan Sighat Ta'lik akan lebih mendatangkan madharat, maka tidak membacanya akan lebih baik. Namun jika dirasa tidak ada madharat dan ada keridhaan dari semua pihak, membacakannya pun tidak menjadi soal. Wallahu 'alam.
Demikian uraian yang singkat ini terkait dengan Sighat Ta'lik haruskah dibaca setelah ijab qabul. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam mengamalkan Agama yang mulia ini. Aamiin.
Baca juga yang ini.
0 Response to "Wajibkah Sighat Ta'lik Dibaca Setelah Ijab Qabul ? Ikuti Penjelasan Di Bawah Ini."
Post a Comment