Hati-hati jangan sampai terjadi kesalahan Dalam Memilih Imam Shalat.
Saturday, March 21, 2020
Add Comment
Pembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah serta mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Rahmat-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...
Dalam kelompok masyarakat atau komunitas, misalnya di daerah perkomplekan yang baru saja ditempati, dan mulai berkembang pertumbuhan sosialnya, khususnya bagi umat muslim tentu ingin memiliki salah satu tempat untuk berkumpul / berjama'ah dalam rangka kegiatan musyawarah. Wabil khusus dalam hal shalat berjama'ah lima waktu, pasti akan memerlukan seorang Imam Shalat yang ditetapkan sebagai Imam Rawatib Setempat dalam mushalah atau masjid yang ada di komplek tersebut.
Hati-hati jangan sampai terjadi kesalahan dalam memilih imam shalat. Hal ini sengaja penulis ambil sebagai judul dalam tulisan ini. Sebab masih banyak masyarakat yang memilih atau menentukan seseorang akan dijadikan Imam Shalat, namun ketika memilih salah seorang untuk menjadi Imam Shalat, yang paling banyak diambil pertimbangannya, karena dilihat dari usia yang lebih tua dari kebanyakan orang yang ada di lingkungan komplek tersebut.
Mereka tidak memperhatikan kapasitas keagamaan seseorang atau kemahiran/kefasihan dalam membaca Al-Qur'an dan pengetahuan yang bersifat umum dalam pengertian agama Islam itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa orang tersebut mumpuni dalam bidang agama dan berakhlak shaleh. Padahal jika merujuk kepada Sunnah Rasulullah s.a.w. tidak seperti hal tersebut di atas. Hanya menitik beratkan dari pertimbangan usia yang lebih tua.
Untuk itu kami mengambil salah dari hadits shaheh cara aturan menentukan Imam Shalat tersebut.
Inilah hadits yang menerangkannya :
"Hendaklah orang yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling baik bacaan Al-Qur'annya. Jika mereka semua sama dalam bacaan al-qur'an, maka hendaknya yang paling paham terhadap sunnah nabi. Jika kepahaman mereka tentang sunnah nabi sama, maka yang paling pertama hijrah (mengenai sunnah). Jika mereka semua sama dalam hijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam. Dan janganlah seorang maju jadi imam shalat di kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain dikursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya". (HR. Muslim).
Ada pemahaman yang keliru di tengah masyarakat bahwa ketika kita shalat berjama'ah walaupun kita salah atau kurang paham dalam bacaan atau gerakan dan rukunnya shalat, tetapi karena berjama'ah ini hukumnya menjadi sah dan sempurna, hal tersebut memang benar. Dan ini berlaku untuk jama'ah.
Tetapi bagi seorang Imam Shalat, tidaklah berlaku demikian karena seorang imam adalah pemimpin yang diikuti oleh yang dipimpinnya lalu logikanya bagaimana bila seorang imam tidak mempunyai kapasitas seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Maka dalam hal ini perlu diadakan atau dipilih dan selanjutnya ditentukan untuk seorang Imam Shalat, yang betul-betul mumpuni dalam bidangnya.
Ada hal yang juga kita perlu ketahui tentang menjadi Imam Shalat di masjid yang bukan kita bermukim. Jangan seorang maju menjadi Imam Shalat ketika kita sedang bepergian atau berada di kampung/desa orang lain, walaupun waktu telah masuk shalat yang lima waktu. Larangan ini sesuai dengan hadits Nabi s.a.w sebagai berikut :
"Janganlah seorang maju menjadi Imam Shalat di tempat kekuasaan oran lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursisi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya" (HR. Muslim no. 673).
Hadits di atas adalah menunjukkan larangannya seorang pendatang di suatu masjid orang lain, untuk maju menjadi imam shalat karena ada yang lebih berhak yaitu imam tetap atau pemilik tempat tersebut. Walaupun pendatang tersebut merasa memiliki bacaan al-qur'annya lebih baik dan juga merasa lebih paham tentang agama. Imam An-Nawawi menjelaskan :
"Maknanya sebagaimana disebutkan para ulama madzhab (jumhur), bahwa pemilik rumah atau pemilik majelis, atau imam tetap masjid lebih berhak untuk mejadi imam daripada yang lain. Walaupun ada orang lain yang (lebih alim) dalam berilmu agama, lebih pandai membaca al-qur'an, dan lebih utama darinya. Dan pemilik tempat lebih berhak untuk menjadi imam. Ia dapat memilih apakah ia yang maju atau mempersilahkan orang lain untuk maju". (Syarah Shaheh Muslim 5/147).
Maka kata Imam An-Nawawi orang lain (pendatang) boleh menjadi imam, tetapi jika diizinkan oleh imam tetap atau pemilik majelis tersebut.
Atau dibolehkan seorang pendatang menjadi imam, ketika imam tetap atau pemilik majelis udzur sehingga tidak dapat mengimami. Dalam mathan Akhsyaril Mukhtasyarat disebutkan sebagai berikut:
Untuk itu kami mengambil salah dari hadits shaheh cara aturan menentukan Imam Shalat tersebut.
Inilah hadits yang menerangkannya :
"Hendaklah orang yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling baik bacaan Al-Qur'annya. Jika mereka semua sama dalam bacaan al-qur'an, maka hendaknya yang paling paham terhadap sunnah nabi. Jika kepahaman mereka tentang sunnah nabi sama, maka yang paling pertama hijrah (mengenai sunnah). Jika mereka semua sama dalam hijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam. Dan janganlah seorang maju jadi imam shalat di kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain dikursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya". (HR. Muslim).
Ada pemahaman yang keliru di tengah masyarakat bahwa ketika kita shalat berjama'ah walaupun kita salah atau kurang paham dalam bacaan atau gerakan dan rukunnya shalat, tetapi karena berjama'ah ini hukumnya menjadi sah dan sempurna, hal tersebut memang benar. Dan ini berlaku untuk jama'ah.
Tetapi bagi seorang Imam Shalat, tidaklah berlaku demikian karena seorang imam adalah pemimpin yang diikuti oleh yang dipimpinnya lalu logikanya bagaimana bila seorang imam tidak mempunyai kapasitas seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Maka dalam hal ini perlu diadakan atau dipilih dan selanjutnya ditentukan untuk seorang Imam Shalat, yang betul-betul mumpuni dalam bidangnya.
Ada hal yang juga kita perlu ketahui tentang menjadi Imam Shalat di masjid yang bukan kita bermukim. Jangan seorang maju menjadi Imam Shalat ketika kita sedang bepergian atau berada di kampung/desa orang lain, walaupun waktu telah masuk shalat yang lima waktu. Larangan ini sesuai dengan hadits Nabi s.a.w sebagai berikut :
"Janganlah seorang maju menjadi Imam Shalat di tempat kekuasaan oran lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursisi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya" (HR. Muslim no. 673).
Hadits di atas adalah menunjukkan larangannya seorang pendatang di suatu masjid orang lain, untuk maju menjadi imam shalat karena ada yang lebih berhak yaitu imam tetap atau pemilik tempat tersebut. Walaupun pendatang tersebut merasa memiliki bacaan al-qur'annya lebih baik dan juga merasa lebih paham tentang agama. Imam An-Nawawi menjelaskan :
"Maknanya sebagaimana disebutkan para ulama madzhab (jumhur), bahwa pemilik rumah atau pemilik majelis, atau imam tetap masjid lebih berhak untuk mejadi imam daripada yang lain. Walaupun ada orang lain yang (lebih alim) dalam berilmu agama, lebih pandai membaca al-qur'an, dan lebih utama darinya. Dan pemilik tempat lebih berhak untuk menjadi imam. Ia dapat memilih apakah ia yang maju atau mempersilahkan orang lain untuk maju". (Syarah Shaheh Muslim 5/147).
Maka kata Imam An-Nawawi orang lain (pendatang) boleh menjadi imam, tetapi jika diizinkan oleh imam tetap atau pemilik majelis tersebut.
Atau dibolehkan seorang pendatang menjadi imam, ketika imam tetap atau pemilik majelis udzur sehingga tidak dapat mengimami. Dalam mathan Akhsyaril Mukhtasyarat disebutkan sebagai berikut:
"Dan diharamkan seseorang menjadi imam sebelum imam rawatib (tetap) datang, kecuali atas izin darinya atau ia ada udzur dan ia tidak membencinya" (Akhsyaril Mukhtasyarat, 120)
Terlepas dari penjelasan di atas, hendaknya ketika masyarakat terutama para pengurus masjid atau mushalla, hendaknya ketika memilih Imam Shalat, pilihlah dari orang-orang yang alim (paham Agama), dan paling baik bacaan Al-Qur'annya. Kriteria pemilihan Imam Shalat telah Rasulullah s.a.w sabdakan sebagaimana hadits di atas.
Demikian uraian atau penjelasan singkat Dalam Memilih Imam Shalat. Semoga bermanfaat dan dapat kita amalkan. Wallahu 'alam.
0 Response to " Hati-hati jangan sampai terjadi kesalahan Dalam Memilih Imam Shalat."
Post a Comment